Antara Aku Dengan-Nya
Aku tidak tahu sejak kapan aku memulai percakapan ini dengan-Nya. Aku merasakannya ketika aku beribadah, duduk, berdiri, jongkok, makan dan minum terkadang mandipun juga. Ada keanehan yang aku rasakan, tidak seperti biasanya dan ini terasa sangat dekat. Keyakinanku semakin kuat akan diri-Nya buktinya aku dapat merasakannya, mungkin ini jawaban dari pertanyaan yang menggantung selama ini tentang keberadaannya. Tapi, beberapa orang mengatakan bahwa "Ada'' itu dapat ditangkap oleh panca indra, contohnya dapat dilihat diraba... Tapi, angin apa dapat dilihat?, kentutku?, atau rasa cinta yang ada di hatiku, eaakkk... Ah, tidak!, "Ada" menurutku tidak harus tampak atau dapat ditangkap oleh panca indra, angin ada dan tidak tampak tapi dapat kurasakan juga ketut dapat kurasakan tapi tidak tampak, Si dia juga tidak tampak tapi juga dapat aku rasakan kok kehadirannya... Eaakkk... Eaakk!
Tapi aku sekarang mengerti, apapun yang dapat dirasakan keberadaannya berarti ia ''ada'' dan aku mulai yakin akan hal itu. Akupun juga begitu, seperti selalu ada yang mengawasiku dan terkadang Ia juga membimbingku dengan suara yang menggema dikepalaku "Jangan lakukan ini, karena itu buruk atau pilihlah perkara ini, karena ini baik untukmu dan sekitarmu", hmmm... Aku selalu berprasangka baik padan-Nya dan ternyata Ia memang baik. Banyak yang aku harapkan dalam setiap hariku tetapi terkadang harapan tidak sesuai kenyataan, dan anehnya lagi Ia kembali berbisik "Ada yang lebih kamu butuhkan daripada apa yang kamu inginkan", tapi difikir-fikir benar juga.
Aku semakin heran, kenapa Ia begitu baik kepadaku, "Ah biarkan saja!, mungkin cuma kebetulan", fikirku. Siang itu aku melamun memikirkan hal itu dan melihat keluar jendela kontrakanku, ada seorang pemulung yang memunguti sisa-sisa makanan yang dibuang oleh tetangga didepan kontrakanku "hidup ini tidak adil, mengapa harus ada yang kaya dengan yang miskin, si kaya mudah mendapatkan makanan dan si miskin begitu susahnya mendapatkan sesuap nasi dan keadilan itu tidak pernah ada di dunia ini", ucapku dalam hati sambil termenung melihat pemulung yang tampak bersyukur karena masih bisa makan hari itu.
Suatu ketika aku hendak kerumah temanku di puncak, yaa... lumayan lah mungkin jaraknya sekitar 12 kiloan dari kontrakanku. Sebelum berangkat perutku sudah kubiarkan kosong dan memang aku merasa lapar, awal mula keluar gang depan rumah kontrakanku dengan sepeda motor bututku, perutku sudah mulai berbunyi "krenyut~~krenyut" dan sepertinya aku harus makan terlebih dahulu. Aku melihat warung "Nasi Pecel Bu Sri" di depan sana, kulihat harganya cukup pas dengan isi kantongku karena memang aku sudah langganan di warung Bu Sri, bayangkan nasi pecel dengan lauk telor, tempe dan tahu tambah kerupuk aja cuma Rp.6.000-, (Jangan terlalu berekspetasi, wkwkwk). "Ah.... Tapi nanti sajalah, pasti dirumah temanku juga sudah disediakan makanan, hehe hitung-hitung pengiritan". Setelah kira-kira 30 menit perjalanan aku hampir sampai kerumah temanku itu, yaa... Kira-kira 2 km lagi menuju puncak. Dengan tangan kanan di stang motor, wajah tegang dan tangan kiri memegang perut, kakiku juga sudah terasa gemetar rasanya sudah tidak kuat lagi. Kulihat dari kejauhan kira-kira 200 meter dari tempatku mengendarai sepeda motor aku melihat terdapat sebuah warung sederhana tapi sepi, yaa maklum namanya juga daerah puncak sepi. Yang membuat aku tertarik dan memutuskan untuk melepas rasa rinduku, eh... Rasa laparku adalah tulisan pada banner diatas warung yaitu "Warung Nasi Murah Meriah", "pasti pas nih", ucapku (dengan raut gembira senyum semringah). "Buk... Pesan nasi pecel tambah telor, tempe dan tahu sama kerupuknya juga nih sekalian satu" karena sudah terbiasa seperti itu, seperti yang biasa aku pesan di warung nasi pecel Bu Sri, makanan datang dan si ibu penjual nasi bertanya "Minum apa nak?", "aer putih aja deh buk" jawabku. Makananku abis "glek...glek.. glek.., errrgghh... Alhamdulillah, kenyang. Berapa buk?" tanyaku selesai kuhabiskan makanannya, "dua belas rebu nak" jawab ibu penjual nasi "waduh... 2x lipat nih (jawabku didalam hati sambil mengeluarkan uang dari kantong saku)", dengan raut wajah merengut sambil kusodorkan uang pecahan lima ribuan dua dan dua ribuan satu, "terimakasih nak" ucap si ibu.
"Mari bukk.. ", sambil kuambil helm yang kuletakkan di bawah meja makan dan bergegas menaiki sepeda motorku. Diatas sepeda motorku aku teringat dengan yang kualami tadi sewaktu hendak keluar dari gang depan rumahku, "sial, kenapa aku gak makan di warung nasi pecel Bu Sri aja yah tadi, tau gitu makan disana aja lebih murah (sambil nepok jidad dan menggelengkan kepala). Ternyata ada suara lagi yang kurasakan dalam kepalaku "Hehehe.... Seperti itu kan adil yang kamu maksud!", aku berfikir sejenak "adil??? (berkata dalam hati)", apakah ini jawaban dari prasangkaku tadi bahwa keadilan itu tidak ada. Dengan peristiwa semacam ini aku mulai sadar bahwa ia begitu amat dekat denganku, bahkan lebih dekat dari urat nadiku.
Sejak saat itu aku ingin dekat dengan-Nya, lebih dekat dan lebih dekat lagi. Semoga Engkau tetap bermurah hati dan tetap tinggal dalam hati dan fikiranku.
Komentar