MENGECAM TINDAkAN FASIS PEMERINTAH JOKO WIDODO DENGAN DALIH PENGAMANAN KTT G-20
Kembali, Pemerintah Joko Widodo menunjukkan sikap anti
kritik, kepala batu dan anti demokrasinya, Pemerintah Indonesia jauh lebih
memilih tetap tunduk atas dikte Imperealisme melalui KTT G.20 dari pada
mendengarkan keinginan rakyatnya. Joko Widodo tidak
ingin menanggung malu di hadapan dunia
internasional karena telah gagal membawa rakyat pada kemajuan, hingga semua
cara dilakukan untuk menghambat, melikuidasi, bahkan mematikan semua suara
protes dari rakyat. Semua gamblang dan tanpa tedeng aling-aling, bahwa
pemerintah Joko Widodo adalah pemerintah fasis yang semakin menunjukkan
karakter sejatinya sebagai pengabdi setia sistem kapitalis monopoli di bawah
tuan imperialis nomor satu Amerika Serikat.
Tidak cukup dengan berbagai tindasan pelarangan,
penghentian paksa sejumlah kegiatan yang diinisiasi rakyat, hingga pemberlakun
PPKM secara khusus di Bali melalui Surat
Edaran no. 35425/secret/2022 yang
dinilai belum efektif menghambat protes rakyat. Saat ini pemerintah Joko Widodo
melalui kementerian dalam negeri (Kemendagri) memperkuat tindasan fasisnya
dengan mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
(Inmendagri) no 47 dan 48 tahun 2022, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di se-antero
wilayah yang dikuasai pemerintah Joko Widodo. Aturan PPKM tersebut secara
mendadak diberlakukan mulai tanggal 8-21 November untuk wilayah Jawa-Bali, dan
tanggal 8 November hingga 5 Desember untuk wilayah di luar Jawa-Bali. Hal
tersebut terang hanya untuk memastikan KTT G.20 yang acara puncaknya akan
berlangsung pada tanggal 15-16 mendatang bisa berjalan dengan lancar dan tanpa
ada halangan dan hambatan dari rakyat, sehingga tidak berlebihan jika kita
menyimpulkan bahwa “G.20 adalah Pandemi sesungguhnya”.
KTT G.20 sendiri merupakan pertemuan tinggi 19 negara dan
Uni Eropa yang dibentuk sejak periode krisis mulai menghantam negeri-negeri
besar yang sebelumnya sudah membangun konsolidasi melalui G.7, singkatnya G.20
adalah forum yang diinisiasi oleh negeri-negeri G.7 dibawah dominasi AS sebagai
wadah untuk membagi beban krisis yang mereka hadapi. KTT G.20 dibawah
presidensi Indonesia juga memiliki kedudukan yang sama dengan KTT G.20 sebelum-sebelumnya
dimana negeri-negeri terbelakang akan dipaksa menanggung beban krisis yang
sedang dihadapi oleh negeri-negeri G.7 utamanya Amerika Serikat yang tengah
dilanda krisis dahsyat bahkan ancaman resesi akibat pandemi dan perang proxy
yang terus berkecamuk melalui pembangunan isu-isu populis yang terdengar
menarik di telinga namun jika ditelisik lebih mendalam hanya berisikan
projek-projek investasi dan hutang yang telah terbukti menghamabat kemajuan tenaga
produktif dan membawanya justeru pada kehancuran.
Bercermin
pada krisis kesehatan global selama pandemi covid-19, Imperialis AS tidak
memiliki dasar moral keadilan pada dunia ketika menjadi pihak yang paling
menjunjung tinggi profit di atas masalah kesehatan rakyat dunia. Demikian
halnya dengan masalah krisis energi yang sedang melanda rakyat di dunia,
khususnya di benua Eropa, memundurkan semua usaha untuk memperbaiki kerusakan
alam yang telah membawa dampak pemanasan global dan krisis pangan dunia.
Sedangkan isu transformasi digital tidak kalah menindas dan menghisap seluruh
rakyat dunia, karena memaksa semua orang terhubung dengan industri teknologi
digital, internet, perbankan, dan beroperasinya kapital besar ke seluruh
pelosok negeri hingga perdesaan demi memperluas dan memperdalam peribaan dan
kemerosotan hidup rakyat makin cepat dan dalam
Berdasarkan
gambaran singkat tersebut, beberapa elemen rakyat telah, sedang dan akan
menyampaikan kritiknya atas KTT.G.20 melalui berbagai cara mulai dari diskusi
hingga aksi massa namun terus dihadapkan dengan tuduhan-tuduhan sebagai
pengganggu keamanan bahkan tidak menutup kemungkinan untuk diadu-domba dengan sesama
rakyat seperti aksi sepeda cashing the Saadow Greenpeace yang terpaksa harus
dihentikan karena dihadang sekelompok Ormas di Probolinggo (9/10).
Tuduhan terhadap gerakan rakyat yang akan mengganggu
keamanan dan keberlangsungan KTT G-20 adalah tuduhan keji yang tidak berdasar.
Rakyat justru melihat kebenaran dari KTT G-20 yang sejatinya adalah
persekongkolan jahat dan kotor yang ditunggangi kepentingan penjajahan atas
negeri. Rakyat justru ingin lebih mengetahui siapa yang menunggangi pemerintah
negeri ini hingga terus berusaha melarikan diri dari tanggung jawab, memilih
bertekuk lutut pada penjajahan model baru, memilih merampas tanah dan upah
rakyat, memilih menghambat kemerdekaan pemuda-mahasiswa, memilih melahirkan
aturan perundangan baru yang anti-rakyat, dan memilih memberondong semua yang
melakukan protes dengan hadangan, penghentian paksa, pembubaran hingga
penangkapan.
Komentar