Nyanyian Seorang Bisu
Suhu malam di kota ini cukup dingin, embun pun bersarang di daun-daun pepohonan dan jendela bilik ini. Di luar, langit sedang cerah, pendar cahaya Bintang di kejauhan, saya melihat Bulan tidak bulat sempurna; tinggal sabit serupa lengkung di pipi-pipi merahmu. Di tempat ini, seketika rangkaian asa terasa amat sentimental, ia tiba secepat cahaya dan tidak terbendung aralnya. Demikianlah, saya benar-benar tidak dapat lepas dari jeratan takdir; bahwa saya tidak dapat pula mencegah, yang tiba tetaplah tiba, serupa rindu saya kepadamu kala ini. Pujian-pujian mulai berkumandang di surau-surau, menguap ke Arys bersama syair-syair yang saya sematkan namamu di dalamnya.
Bagi saya, inilah saat-saat yang telah lama saya sadari, dan ketika kamu datang sebagai kenyataan rasanya hari-hari saya Kembali pada pancarona, saya menjadi tidak emosional dan saya pikir, hari-hari saya agaknya jauh lebih tenang dan dewasa.
Di semenanjung malam, saya membaca kembali tulisan-tulisan Soe Hok Gie, barangkali saya melakukan itu karena seketika teringat padamu. Karena saya pikir, dari kalian berdua memiliki kesamaan ihwal gunung dan pendakian, meskipun banyak hal yang berbeda sama sekali di antara kalian.
Saya mengenal Gie sudah cukup lama, kurang-lebih ketika saya baru menjajaki bangku kuliah, ya.. meskipun tidak pernah bertatap secara langsung, setidaknya saya mengenal sosok Gie lewat gagasan dalam tulisan-tulisannya dan saya juga banyak belajar darinya soal keberanian untuk menentukan pilihan hidup. Gie pernah dalam tulisannya menyampaikan “cinta bukanlah soal saling membutuhkan, namun lebih dari itu. Saling pengertian, tanggungjawab dan kemerdekaan menyatakan keinginan, termasuk keinginan untuk mencintai itu sendiri.” Kalimat itu cukup sebagai pengantar bagi saya untuk dapat memahami bahwa Bahasa cinta bukan hanya dalam bentuk rangkaian kata ataupun kalimat belaka, lebih luas daripada itu, ia berisi tindakan sebagai pelaksanaan kata-kata.
Harapan saya, syair yang saya lambungkan ke langit jatuh bersamaan di setiap kamu membuka mata, semoga kemurahan-Nya selalu beriringan dengan langkah-langkahmu dimanapun kamu berada. Kasih, saat ini saya telah mencintaimu dengan cara yang belum pernah kamu temui sebelumnya; yang tanpa meleburkan integritas dan keunikan setiap individu, karena melebur dan bersatu tidak harus menghilangkan keunikan dan integritas masing masing tapi cukup untuk saling melangkapi satu sama lainnya. Karena cinta adalah manifestasi dari kehidupan itu sendiri dan karena cinta adalah jawaban dari keterasingan dan kesendirian manusia.
Tahap selanjutnya, masing-masing dari kita harus meyakini bahwa dalam cinta, keindahan jiwa lebih bernilai dibandingkan keindahan tubuh, sehingga jikapun seseorang hanya memiliki jiwa yang baik, yang mekar, maka hal itu amatlah cukup dan percaya bahwa keindahan jasmani merupakan hal yang remeh.
Komentar