Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2024

Jangan Mati Kawan

Kawan, hidup di pusaran abad ke-21 ini seakan membawa kita pada ruang batin yang penuh dengan pertentangan; Di satu sisi, kita dihadapkan pada kesempatan-kesempatan yang mungkin tak pernah ada sebelumnya; di sisi lain, ada arus deras yang mencoba meruntuhkan nilai-nilai dasar yang kita genggam erat. Batu terjang itu, yang datang tanpa jengah, tidak hanya mengetuk, tetapi seperti hendak merubuhkan fondasi yang telah kita bangun nilai-nilai yang kita sepakati sebagai hal yang tak boleh dikorbankan, termasuk prinsip "tak menghalalkan segala cara, hanya untuk hidup!" Badai modernitas ini menghantam kita dari segala arah. Di setiap waktu, kita dipaksa berhadapan dengan percepatan yang seringkali tidak manusiawi, seolah ada perlombaan untuk siapa yang paling cepat beradaptasi, siapa yang paling cepat menghasilkan, siapa yang paling cepat mencapai “kesuksesan” menurut standar yang semakin kabur. Pada setiap perjumpaan dan pertukaran kabar kabar; kita berulang kali menyaksikan beta

Peradaban dan Brutalitas yang Tersembunyi: Sebuah Paradoks Modernitas

Peradaban, dengan segala gemerlap kemajuan yang menyelubunginya, bersama struktur pemerintahan yang hierarkis dan otoritas yang mapan, pada dasarnya hanyalah sebuah lapisan tipis yang menutupi insting dasar manusia yang sesungguhnya brutal dan penuh hasrat untuk mendominasi. Di balik klaim rasionalitas dan kemajuan, brutalitas manusia tetap hidup, hanya menemukan bentuk yang lebih halus dan tersembunyi. Thomas Hobbes, dalam karyanya  Leviathan  (1651), menggambarkan kondisi manusia dalam keadaan alami sebagai sebuah peperangan tanpa henti, B ellum Omnium Contra Omnes , atau “perang semua melawan semua.” Di sisi lain, Sigmund Freud, dalam  Civilization and its Discontents  (1930), memperluas pandangan ini dengan mengungkapkan bahwa konflik batin manusia antara insting destruktif ( Thanatos ) dan dorongan untuk hidup ( Eros ) adalah sumber penderitaan dalam peradaban modern. Pemikiran-pemikiran ini memberikan landasan filosofis bahwa meskipun peradaban telah dibangun, brutalitas tak pern