Nyanyian Seorang Bisu
Suhu malam di kota ini cukup dingin, embun pun bersarang di daun-daun pepohonan dan jendela bilik ini. Di luar, langit sedang cerah, pendar cahaya Bintang di kejauhan, saya melihat Bulan tidak bulat sempurna; tinggal sabit serupa lengkung di pipi-pipi merahmu. Di tempat ini, seketika rangkaian asa terasa amat sentimental, ia tiba secepat cahaya dan tidak terbendung aralnya. Demikianlah, saya benar-benar tidak dapat lepas dari jeratan takdir; bahwa saya tidak dapat pula mencegah, yang tiba tetaplah tiba, serupa rindu saya kepadamu kala ini. Pujian-pujian mulai berkumandang di surau-surau, menguap ke Arys bersama syair-syair yang saya sematkan namamu di dalamnya. Bagi saya, inilah saat-saat yang telah lama saya sadari, dan ketika kamu datang sebagai kenyataan rasanya hari-hari saya Kembali pada pancarona, saya menjadi tidak emosional dan saya pikir, hari-hari saya agaknya jauh lebih tenang dan dewasa. Di semenanjung malam, saya membaca kembali tulisan-tulisan Soe Hok Gie, barangkali s